Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.)
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa
lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia merupakan
pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 90%. Ekspor
minyak nilam pada tahun 2002 sebesar 1.295 ton dengan nilai US $ 22,5 juta
(Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Sebagian besar produk minyak nilam
diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan
insektisida. Dengan berkembangnya pengobatan dengan aromaterapi, penggunaan
minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat selain penyembuhan fisik juga
mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam bersifat fixatif (mengikat
minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya.
Penggunaan varietas nilam yang tepat, disertai teknik budidaya yang baik, panen
dan pengolahan bahan yang sesuai akan menghasilkan produksi minyak tinggi.
Di
Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Bengkulu, Sumatera Barat,
Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berkembang di provinsi
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya. Luas areal
pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun produktivitas
minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina Produksi
Perkebunan, 2004). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman petani,
kadar minyak berkisar antara 1 – 2% dari terna kering (Rusli et al., 1993).
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas minyak atsiri dari tanaman
nilam. Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara lain disebabkan rendahnya
mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang masih sederhana, berkembangnya
berbagai penyakit, serta teknik panen dan pasca panen yang belum tepat.
Secara
umum, penyakit yang dapat menyebabkan kerugian besar pada pertanaman nilam
adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum ,
penyakit budog yang diduga disebabkan oleh virus dan penyakit yang disebabkan
oleh nematoda. Nematoda dapat merusak fungsi akar, merubah proses fisiologi
tanaman serta mengurangi efisiensi fotosintesa sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat, produktivitas dan mutu rendah. Serangan nematoda (Pratylenchus
brachyurus) pada tanaman nilam dapat mengurangi berat bagian atas tanaman
(batang, daun, ranting) sampai 72% .
Tanaman
nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena kadar minyak (> 2%)
dan kualitas minyaknya (PA > 30%) lebih tinggi dari pada nilam Jawa (kadar
minyak < 2%) (Nuryani dan Hadipoentyanti, 1994). Nilam Aceh tidak berbunga,
perbanyakannya dilakukan secara vegetatif (setek), sehingga keragaman
genetiknya rendah.
BAHAN
TANAMAN
Nilam
(Pogostemon sp.) termasuk famili Labiateae, ordo Lamiales, klas
Angiospermae dan devisi Spermatophyta. Di indonesia terdapat tiga jenis nilam
yang dapat dibedakan antara lain dari karakter morfologi, kandungan dan
kualitas minyak dan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis
nilam tersebut adalah:
1.
P. cablin Benth. Syn. P. patchouli Pellet var. Suavis Hook disebut nilam Aceh,
2.
P. heyneanus Benth. Disebut nilam jawa
3.
P. hortensis Becker disebut nilam sabun .
Diantara
ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga. Yang
paling luas penyebarannya dan banyak dibudidayakan yaitu nilam Aceh, karena
kadar minyak dan kualitas minyaknya lebih tinggi dari kedua jenis yang lainnya.
Nilam
Aceh merupakan tanaman introduksi, diperkirakan daerah asalnya Filipina atau
semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu. Setelah
sekian lama berkembang di indonesia, tidak tertutup kemungkinan terjadi
perubahan-perubahan dari sifat-sifat asalnya. Dari hasil ekplorasi ditemukan
ber macam-macam tipe yang berbeda baik karakter morfologinya, kandungan minyak,
sifat fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap penyakit dan
kekeringan. Nilam Aceh berkadar minyak tinggi (> 2,5%) sedangkan nilam Jawa
rendah (< 2%).
Disamping nilam Aceh, di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur
petani mengusahakan juga nilam Jawa. Nilan Jawa berasal dari India, disebut
juga nilam kembang karena dapat berbunga. Ciri-ciri spesifik yang dapat
membedakan nilam Jawa dan nilam Aceh secara visual yaitu pada daunnya.
Permukaan daun nilam Aceh halus sedangkan nilam Jawa kasar. Tepi daun nilam
Aceh bergerigi tumpul, pada nilam Jawa bergerigi runcing, ujung daun nilam Aceh
runcing, nilam Jawa meruncing. Nilam jawa lebih toleran terhadap nematoda dan
penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh, karena antara lain disebabkan
kandungan fenol dan ligninnya lebih tinggi dari pada nilam Aceh.
No comments:
Post a Comment